Peran Dewan Pers dalam Polemik Pemberitaan Ijazah Palsu Jokowi



Aktualindonesia - Polemik terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo telah menjadi sorotan publik dan media dalam beberapa waktu terakhir. Di tengah panasnya isu tersebut, Dewan Pers turut disebut-sebut, terutama ketika diminta menjadi saksi dalam proses hukum yang melibatkan pemberitaan isu tersebut. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan terkait sejauh mana peran dan otoritas Dewan Pers dalam menangani kasus seperti ini, serta bagaimana fungsinya dalam menjaga kebebasan pers dan etika jurnalistik tetap berjalan seimbang.

Apa Itu Dewan Pers?

Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tujuan utama pembentukan Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Lembaga ini tidak berada di bawah pemerintah, melainkan bersifat independen dan netral.

Fungsi utama Dewan Pers antara lain:

  • Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
  • Melakukan pengkajian terhadap pengaduan masyarakat mengenai pemberitaan.
  • Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
  • Memberikan pertimbangan dan rekomendasi dalam penyelesaian sengketa pers.

Konteks Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi mencuat ketika beberapa pihak menyebarkan klaim bahwa ijazah yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon presiden tidak sah atau tidak otentik. Klaim ini berkembang menjadi pemberitaan yang tersebar luas di media sosial dan beberapa kanal berita alternatif.

Presiden Jokowi sendiri, melalui berbagai pernyataan resmi dan klarifikasi dari lembaga pendidikan terkait (Universitas Gadjah Mada dan institusi lainnya), membantah tuduhan tersebut. Seiring dengan polemik yang meluas, beberapa media dan individu digugat secara hukum karena dianggap menyebarkan informasi 

Dewan Pers Diminta Jadi Saksi: Apa Implikasinya?

Dalam proses hukum terhadap media yang memberitakan isu tersebut, muncul permintaan agar Dewan Pers dihadirkan sebagai saksi ahli. Permintaan ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar:

  1. 1. Apakah Dewan Pers dapat dijadikan saksi dalam kasus hukum terhadap pers?

    Jawabannya: Ya, tetapi dengan batasan. Dewan Pers dapat memberikan keterangan ahli terkait aspek etika jurnalistik dan standar kerja pers. Keterangan ini bukan dalam kapasitas sebagai saksi fakta, melainkan sebagai saksi ahli atau narasumber profesional dalam bidang pers.

    2. Apa risiko dan manfaatnya?
  2. Menjadikan Dewan Pers sebagai saksi dapat membantu pengadilan memahami konteks jurnalistik suatu pemberitaan, termasuk apakah media yang bersangkutan telah mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan prosedur jurnalistik yang benar. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi tekanan terhadap independensi pers.

    3. Bagaimana posisi hukum Dewan Pers dalam hal ini?
  3. UU Pers mengatur bahwa sengketa pers harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme non-litigasi, yakni melalui Dewan Pers. Jika suatu pemberitaan dianggap merugikan pihak tertentu, seharusnya mekanisme hak jawab dan pengaduan ke Dewan Pers menjadi jalur pertama sebelum menempuh proses hukum pidana atau perdata.

Pentingnya Menjaga Prosedur Sengketa Pers

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya prosedur penyelesaian sengketa pers yang sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999. Banyak kalangan menilai bahwa menjadikan media atau jurnalis sebagai terdakwa pidana atas sebuah pemberitaan tanpa melalui mediasi Dewan Pers dapat membahayakan kebebasan pers.

Dewan Pers telah berkali-kali menegaskan bahwa penyelesaian sengketa pers harus:

  • Mengutamakan klarifikasi dan mediasi.
  • Memberi ruang hak jawab kepada pihak yang merasa dirugikan.
  • Melibatkan Dewan Pers untuk memberikan penilaian terhadap pemberitaan berdasarkan etika jurnalistik.

Reaksi Dewan Pers terhadap Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Dalam beberapa pernyataannya, Dewan Pers menyatakan bahwa mereka siap memberikan keterangan ahli jika diminta pengadilan, namun tetap menegaskan bahwa fungsi mereka adalah memberikan penilaian etik, bukan menentukan benar atau salahnya isi pemberitaan secara hukum.

Dewan Pers juga mengimbau kepada media untuk selalu:

  • Melakukan verifikasi mendalam sebelum menerbitkan informasi sensitif.
  • Mengedepankan asas praduga tak bersalah.
  • Menghindari berita yang bersifat insinuatif atau tidak berdasar fakta.

Dampak Terhadap Kebebasan Pers

Kasus ini menjadi contoh nyata dilema antara:

  • Hak publik untuk mendapatkan informasi.
  • Hak individu untuk tidak difitnah atau dirugikan.
  • Perlindungan terhadap kebebasan pers.

Menjadikan jurnalis sebagai tersangka atau terdakwa atas pemberitaan tanpa proses Dewan Pers dapat menciptakan efek jera (chilling effect) terhadap media, yang pada akhirnya dapat meredam kritik dan pengawasan terhadap kekuasaan.

Kesimpulan

Peran Dewan Pers dalam polemik pemberitaan dugaan ijazah palsu Jokowi sangat penting dan strategis. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers bertugas memastikan bahwa pers Indonesia tetap menjalankan fungsinya secara bertanggung jawab, objektif, dan etis.

Menjadikan Dewan Pers sebagai saksi ahli dalam kasus ini dapat membantu pengadilan memahami konteks jurnalistik dan menilai apakah media yang memberitakan isu tersebut telah menjalankan tugasnya sesuai kaidah. Namun, proses hukum terhadap media juga harus memperhatikan prinsip-prinsip kebebasan pers, dan seharusnya menempuh jalur yang diatur dalam UU Pers terlebih dahulu.


Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan