![]() |
Mayoritasa publik mengetahui kasus ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Hal ini terpotret dalam hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada Mei 2025. |
Aktualindonesia - Kontroversi mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat Indonesia. Meskipun berbagai klarifikasi telah disampaikan oleh pihak terkait, isu ini tetap mencuat dan mempengaruhi persepsi publik terhadap integritas pemimpin negara. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai latar belakang kontroversi, hasil survei terbaru, serta tanggapan dari berbagai pihak terkait.
Latar Belakang Kontroversi
Isu mengenai keaslian ijazah Jokowi pertama kali mencuat pada tahun 2014, saat beliau mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia. Namun, kontroversi ini kembali mengemuka pada tahun 2022 ketika Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menuduh bahwa ijazah yang dimiliki Jokowi palsu. Gugatan tersebut ditolak, dan para penggugat dijatuhi hukuman enam tahun penjara karena menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian.
Pada Maret 2025, Rismon Hasiholan Sianipar, mantan dosen Universitas Mataram, kembali mempersoalkan keaslian ijazah Jokowi dengan mengunggah video di YouTube yang menyoroti penggunaan font Times New Roman pada ijazah tersebut, yang menurutnya tidak tersedia pada tahun 1985. Hal ini memicu kembali perdebatan di masyarakat.
Klarifikasi dari Pihak Terkait
Universitas Gadjah Mada (UGM), almamater Jokowi, telah memberikan klarifikasi bahwa ijazah yang dimiliki Presiden Jokowi adalah asli. UGM menyatakan bahwa ijazah tersebut ditandatangani oleh Rektor Prof. T. Jacob dan Dekan Prof. Soenardi Prawirohatmodjo, sesuai dengan format ijazah pada masa itu.
Selain itu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri juga telah menyelidiki kasus ini dan menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah asli. Setelah membandingkan ijazah Jokowi dengan dokumen pembanding dari UGM, Bareskrim menyimpulkan bahwa tidak ditemukan unsur pidana dalam kasus ini.
Hasil Survei Indikator Politik Indonesia
Untuk mengetahui persepsi publik terhadap isu ini, Indikator Politik Indonesia melakukan survei pada 17-20 Mei 2025 terhadap 1.286 responden dari berbagai wilayah di Indonesia. Survei dilakukan melalui wawancara telepon dengan margin of error sekitar 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasil survei menunjukkan bahwa:
- 66,9% responden tidak percaya bahwa Jokowi memalsukan ijazahnya.
- 19,1% responden percaya bahwa ijazah Jokowi palsu.
- 14,1% responden tidak tahu atau tidak menjawab.
Ketika dikerucutkan pada responden yang mengetahui kasus ini, 69,7% menyatakan tidak percaya bahwa Jokowi memalsukan ijazahnya.
Tanggapan dari Berbagai Pihak
Meskipun klarifikasi telah disampaikan oleh UGM dan Bareskrim, beberapa pihak masih meragukan keaslian ijazah Jokowi. Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, serta Buni Yani, aktivis media sosial, termasuk di antara mereka yang mempertanyakan keaslian ijazah tersebut. Buni Yani menyatakan bahwa survei tidak dapat mengubah status keaslian ijazah dan mempertanyakan kredibilitas lembaga survei yang mendukung Jokowi.
Di sisi lain, Presiden Jokowi menanggapi isu ini dengan santai dan menyatakan bahwa ia telah menunjukkan ijazahnya kepada pihak-pihak yang berwenang. Ia juga menegaskan bahwa tuduhan tersebut adalah fitnah dan tidak berdasar.
Analisis dan Kesimpulan
Kontroversi mengenai ijazah Jokowi mencerminkan bagaimana isu personal dapat digunakan sebagai alat politik untuk menyerang kredibilitas seseorang. Meskipun klarifikasi telah disampaikan oleh institusi resmi seperti UGM dan Bareskrim, serta mayoritas publik tidak percaya pada tuduhan tersebut, isu ini tetap mencuat karena adanya pihak-pihak yang terus mempertanyakannya.
Dalam konteks demokrasi, penting bagi masyarakat untuk kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum terverifikasi. Penyebaran hoaks dan berita bohong dapat merusak tatanan sosial dan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Sebagai penutup, meskipun kontroversi mengenai ijazah Jokowi telah mendapatkan klarifikasi dari pihak-pihak terkait dan mayoritas publik tidak mempercayai tuduhan tersebut, penting bagi semua pihak untuk menghormati proses hukum dan tidak menyebarkan informasi yang tidak berdasar. Transparansi dan akuntabilitas harus tetap dijaga untuk memperkuat demokrasi dan kepercayaan publik terhadap pemimpin negara.