Mitos di Gunung Kidul, Pohon Roboh Akibat Puting Beliung Tidak Boleh Digunakan

Petugas BPBD Gunungkidul saat mengevakuasi pohon tumbang yang menimpa rumah di Kalurahan Mulusan, Paliyan. Jumat (11/3/2022).


Aktual Indonesia - Mitos dalam perbaikan rumah di Kalurahan Mulusan, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul masih berkembang di masyarakat. Warga tidak ada yang menggunakan kayu dari pohon yang tumbang untuk perbaikan rumah mereka yang rusak. 


Musibah angin puting beliung beberapa waktu lalu menyebabkan 186 rumah warga rusak. Selain itu ada ratusan pohon juga tumbang. Kini setelah hampir sebulan, sebagian rumah yang rusak berat pun sudah mulai diperbaiki dan siap untuk ditempati. 


Lurah Mulusan, Agus Supodo membenarkan masih adanya mitos di masyarakat terkait bencana dalam perbaikan rumah. Sejak nenek moyang mitos itu telah berkembang hingga kini. Warga masih percaya jika pohon yang tersambar petir, roboh karena bencana seperti puting beliung tidak boleh digunakan untuk membangun atau memperbaiki rumah.


"Kalau digunakan kurang bagus karena ada aura negatif. Mitos itu masih dipercaya masyarakat,” kata dia, Sabtu (19/3/2022).


Jika warga nekat menggunakan kayu dari pohon itu makan rumah akan roboh. Begitu juga yang menempatinya tidak akan tenang selama kayu belum diganti. Penghuni juga akan merasa dihantui kesalahan.  


Kayu yang ada biasanya akan dijual murah kepada pengepul. pengepul juga tidak berani berspekulasi dengan kayu-kayu yang ada.  


"Ya itu, kalau dijual murah. Kalau digunakan bahaya," ujarnya.


Warga biasanya akan menjual kayu-kayu yang roboh ini. Barulah uang hasil penjualan dipakai untuk memenuhi kebutuhan. Warga tidak ada yang berani memanfaatkan. Jika pun ada harus dilakukan ritual atau ruwatan yang memiliki makna pembersihan.


"Jadi kalau mau digunakan harus diruwat atau dibersihkan terlebih dahulu. Tujuannya agar aura negatifnya hilang," ujar dia.


Warga juga mempercayai musibah ini karena warga selama dua tahun tidak melaksanakan tradisi bersih desa atau dikenal dengan Rasulan dengan pentas wayang kulit. Gelar wayang dipercaya sebagai upaya untuk menghindarkan masyarakat dari hal-hal yang negatif.


"Sejak pandemi kan kita tidak pernah menyelenggarakan rasulan dengan wayang. Makanya warga sini menganggap gara-gara itulah angin puting beliung melanda kawasan mereka," katanya.


Meskipun secara logika antara wayangan dengan bencana tidak ada kaitan, namun masyarakat sering menghubungkan kedua hal tersebut. Warga tahun ini berencana menggelar ritual bersih desa dengan pertunjukkan wayang kulit.

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan